Komitmen Hapus Diskriminasi
[JAKARTA] Komitmen aparat birokrasi untuk menghapus praktik diskriminasi, terutama kepada etnis Tionghoa, dinilai masih rendah, meskipun sejumlah aturan hukum secara tegas menjamin perlakuan yang sama di mata hukum dan pelayanan publik. Untuk itu, perlu kemauan politik yang tinggi dan ketegasan sikap pemerintah kepada aparat pelaksana di lapangan, untuk mengikis diskriminasi sistematis tersebut.
Demikian pandangan sejumlah kalangan berkaitan dengan masih maraknya diskriminasi yang dialami warga Tionghoa, terutama saat mengurus administrasi kependudukan. Menurut Direktur Setara Institute, Hendardi, kondisi itu bisa dipahami. Pasalnya, selama lebih dari 32 tahun, Orde Baru menggunakan hukum sebagai alat untuk mendiskriminasi etnis Tionghoa di Indonesia secara sistematis.
"Di antaranya Tap XXVII/MPRS/1966 yang memberangus hak budaya. Belum lagi pemberlakuan Surat Bukti Kewarganegaraan RI (SBKRI) yang dijadikan senjata bagi aparat di masa lalu untuk menekan etnis Tionghoa Indonesia," ujar Hendardi, di Jakarta, Senin (4/2).
Secara terpisah, kalangan anggota DPR mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk konsisten melaksanakan persamaan hak bagi semua warga negara, sebagaimana yang dijamin konstitusi. Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum, Azis Syamsuddin, meskipun sudah ada UU 12/2006 tentang Kewarganegaraan, sebagian penegak hukum masih ngotot dengan persyaratan SBKRI bagi WNI keturunan Tionghoa.
Senada dengan itu, anggota Komisi III DPR, Yasonna Laoly menyebutkan, meskipun ada kemajuan dalam reformasi aturan hukum bagi etnis Tionghoa, namun implementasi di lapangan masih banyak persoalan yang harus dibenahi. "Seharusnya, persoalan penegakan hukum tidak lagi bergantung pada kepala daerah atau kepala desa, karena semuanya mesti mengacu pada konstitusi dan undang- undang," katanya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR lainnya, Patrialis Akbar kembali mengingatkan, pelayanan publik oleh aparat pemerintah harus mengacu pada konstitusi yang memberi jaminan hukum yang sama bagi semua WNI. "Setiap orang tidak pernah bisa memilih mau dilahirkan sebagai etnis apa dan beragama apa. Karena itu, hak asasi manusia adalah sama dan setara, ini tampaknya yang harus disadari," ujar Patrialis mengingatkan.
Mengapa kami mendukung penghapusan diskriminasi? Sebab Tuhan Yesus mengasihi semua bangsa, bukan hanya bangsa Israel. Lebih jauh Alkitab menyatakan,”Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh.” (1 Kor 12:13)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar