Gereja Tuhan ataupun umat Tuhan harus menyuarakan suara profetik bukan sekedar dalam lingkungan orang percaya tetapi juga berbicara pada bangsa-bangsa yang belum mengenal Dia. Bukan hanya melalui kata-kata tetapi perbuatan kita yang menjadi berkat disertai belas kasihan
Jumat, 27 Februari 2009
Pandanganku dalam perdebatan Allah vs Yahweh
“Pandanganku dalam perdebatan penggunaan kata Allah dan Yahweh”
Pandangan profetik:
Namaku Dave “Abiel” Broos. Ada orang yang memanggilku dengan nama kecilku Dave, ada pula yang lebih suka memanggil nama baptisku Abiel dan ada pula yang memanggilku Broos sesuai dengan nama keluargaku (biasanya urusan kantor/pekerjaan). Namun di luar itu ada pula yang memanggilku Bambie (tokoh rusa kecil yang imut dalam salah satu film kartun buatan Walt Disney berjudul Bambie), ada pula yang memanggilku Bit (kependekan grup musik The Beatles karena saat kecil potongan rambut poni-ku model grup tersebut saat pertama kali tampil di muka publik), pada masa remaja rambutku gondrong model rocker, lalu teman-temanku memanggilku Jabrik (gondrong). Bagi diriku fine-fine saja, orang mau panggil aku dengan panggilan yang mana.
Pada umumnya orang memanggilku Dave, saat seseorang memanggilku Broos biasanya seorang asing untuk urusan pekerjaan atau baru kenal, orang yang memanggilku Abiel (nama baptisan) jarang sekali namun ada beberapa orang yang memiliki pandangan orang Kristen harus dipanggil dengan nama setelah “lahir baru” (what so ever, no problem), yang memanggilku Bambie pasti adik Mama-ku, lain lagi yang memanggilku Bit/Beat pasti itu saudara-ku yang di Amrik, dan pasti teman-teman lama-ku yang memanggilku Jabrik. Ada banyak nama panggilan, namun orangnya satu saja yang ini.
Kadang nama saya ini saja DAVE (baca:dev) sangat sulit disebutkan oleh rekan sebangsa dan setanah air…bunyi-nya saja jadi macam-macam Dep, Dif, Des, Dav, Dape, Dave (diucapkan sesuai lafal kata Indonesia), Devi (Devi Permatasari kali), Depi dan lain-lain.
Bagi saya yang terpenting bukan masalah panggilan nama saya, yang terpenting pertama-tama adalah hubungan. (Luk 10:38-42). Kita memanggil Dia, Yesus, orang Asia Timur memanggil Dia Yesu, orang Inggris memanggil Dia Jesus, orang Ibrani memanggil Dia Yeshua. Pribadi yang sama, dan puji Tuhan, Dia tidak pernah menjadi marah karena kita “kurang pas” dalam pelafalan namaNya. Kalau itu esensi maka pasti banyak doa kita tidak didengar oleh Dia.
Keluarga dekat saya tahu nama saya adalah Dave Broos. Namun keluarga saya mungkin tak tahu nama baptisan saya, sebab saya dibaptis di Surabaya dan mereka tinggal di kota lain bahkan negara lain. Mungkin yang ingat nama baptisan saya adalah jemaat GBI Tanjung Torawitan – Surabaya dan rekan-rekan DTS YWAM Yakarta 1995 saja. Teman-teman lama mungkin hanya tahu nama depan saya Dave atau malah hanya tahu nama panggilan saya Jabrik tanpa tahu nama asli.
Semua akan tahu nama asli dan lengkap saya, bila mereka memiliki “keintiman hubungan dengan saya.”
Begitu pula tentang masalah penggunaan nama Allah dan Yahweh, saya sedih melihat organisasi gereja pecah (berujung pada kebingungan dalam jemaat untuk menentukan diri ikut kubu mana atau malah pindah organisasi gereja), persahabatan putus gara-gara hal tersebut, yang satu merasa lebih benar dari yang lain, perang “saudara” terjadi dimana-mana. Semua memiliki kekuatan argumentasinya masing-masing dan kedua belah pihak merasa diri benar.
Ujung-ujungnya setan yang bertepuk tangan melihat taktiknya berhasil memperdaya kita sekali lagi.
Begitu pula dengan permasalahan nama Tuhan yang kita sembah, saya berharap kita sebagai anak-anakNYA menanggapi dengan bijak dan jangan sampai kita terpecah belah “lagi” untuk hal yang seperti ini.
Mari kita tujukan pandangan mata kita dan fokus pada Tuhan yang kita sembah di dalam nama Yesus. Bila kita hidup melekat pada “pokok anggur” maka kita akan menjadi satu denganNya (Yoh 15). Otomatis kita akan mengenal pribadi dan sifat-sifatNya. Ada hal yang jauh lebih penting daripada ribut masalah nama, sudahkah kita mencerminkan sifat-sifat Tuhan yang kita sembah? Sudahkah kita berbuah dan menjadi saksiNya? Jangan sampai kita meributkan nama “Bapa” yang kita tidak kenal sebelumnya, hanya “tahu tentang Dia” tanpa memiliki hubungan. Tuhan menghendaki hubungan bukan debat yang berujung pada pembenaran diri sendiri .
Tahu tentang Ariwibowo(artis) tidak sama dengan mengenal Ariwibowo. Saya mungkin tahu tentang Ariwibowo dari infotainment tetapi saya tidak mengenal dia; istri, keluarga dan teman-temannyalah yang mengenal dia. Mereka yang memiliki hubungan dengannya, terutama istrinya yang pasti mengenal dia luar dan dalam. Kata kuncinya adalah HUBUNGAN.
Tahu tentang Tuhan secara theologis tidak sama dengan mengenal akan Dia. Keduanya harus berimbang, dimulai dengan takut akan Tuhan (tunduk/taat pada FirmanNya) yang akan membawa kita pada pengetahuan akan Dia (Ams 1:7). Tolong jangan dibalik!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar